Rabu, 12 November 2014

Sarjana Muda Mencari Kerja

Seperti kebanyakan anak kuliahan lainnya, hari wisuda adalah hari kebahagiaan sekaligus awal dari kebingungan. Sekarang status telah berganti dari “Maha siswa” menjadi “ tanpa status”

Sebagaimana hubungan tanpa status lainnya, predikat tanpa status juga bikin galau. Paling galau kalau naik bus, mau bayar murah bilang mahasiwa kok boong. Mau bilang pegawai kok bo’ong, mau bilang pengangguran malu pada semut merah. Jadi, terpaksalah dengan mengorbankan segala idealisme dan mengingat dompet di kantong masih terucap juga “ mahasiswa” pada kenek yang menatap sangsi. Mungkin pikirannya “ ni anak kuliah lama banget”

Untung tampang masih unyu-unyu. Masa kegalauan menjadi mantan mahasiswa tanpa status membuat saya jadi membabi buta mengejar koran. Bagian yang dicari tentu kolom “lowongan pekerjaan”. Awal-awal cari yang iklan paling gede, kalau iklan gede biasanya perusahaannya gede juga, ini menurut saya. Pernah juga berdasarkan saran teman untuk masukkan lamaran ke perusahaan-perusahaan. Jadilah saya dengan pakaian sok rapih, lengkap dengan map coklat keliling dari satu bank ke bank lainnya, dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Dibawah terik matahari, pakai kemeja keliling perusahaan menemui satpam buat saya jadi teringat lagu iwan fals “ Engkau sarjana muda...” ah sudahlah. Ga tega saya meneruskannya.

Suatu saat ada kabar lowongan kerja di sebuah bank swasta. Langsung walk in terview. Wow..tanpa persiapan. Tidak punya blazer, lipstik, sepatu kaca dan perangkatnya. Berangkatlah seadanya, dan wow ternyata itulah awal penolakan. Kalau walk in terview itu artinya yang pertama kali dinilai adalah penampilan. Bahkan lucunya, ada tes berjalan sambil memegang tas. Gagal lah perjuangan cinderella yang belum sempat berganti baju putri ini. Lipstik kurang merona ditambah wajah yang kusam plus sepatu yang kentara sekali pinjamannya. “ Skill bisa diolah, tapi kalau penampilan itu yang susah” kata seorang interviewer. Patah hati, rasanya sama seperti cinta yang 12 tahun menanti rangga. “Ga move on” untuk berapa lama.

Kabar burung datang lagi, kali ini yang datang adalah merpati. Jadi tak pernah ingkar janji. Ups...kabar ada lowongan lagi di Bank. Semangat dong. Kali ini serius persiapannya. Beli blazer baru di pasar, lipstik plus bedak satu paket. Persis seperti hantaran mau nikah. Hari “H” walk interview sudah cantik bagai cinderella yang sudah disulap peri. Aneka gaya tekhnik wawancara dari buku plus google diterapkan. Duduk lurus tanpa membungkuk, senyum ramah plus jawaban penuh dedikasi. Tes berlanjut sampai tes akhir, dan lulus. Yipiee...akhirnya manusia tanpa status ini berganti predikat menjadi pegawai “ Outsourcing”. Saat itu ga tau apa bedanya pegawai outsourcing dan pegawai reguler. Sudahlah, apapun itu yang penting judulnya pegawai. Training satu bulan di jakarte. Buat diri makin melayang-layang. Seragam putih hitam, plus materi yang harus dilafalkan setiap pagi . “Selamat pagi, ada yang bisa dibantu” dan “ Terimakasih, selamat datang kembali” menjadi jurus pamungkas yang harus dilafalkan seindah mungkin.

Finally, dunia kerja. Ya, saya bekerja. Pakaian masih blazer seadanya, belum punya seragam makin membuat terasa berbeda. Untung, dalam satu kantor ada beberapa anak baru yang juga satu angkatan. Jadi rasa grogi yang dihadapi bersama itu akan hilang dengan sendirinya. Suasana kerja menyenangkan, teman-teman mau menerima dengan baik. Namun, dengan status pegawai “Outsourcing” tetap terasa ada jurang perbedaan. Seperti kasta brahmana dan sudra di film mahabharata. Paling kentara kalau pas terima bonus. Kasta sudra harus tersenyum sambil bekerja dan kasta brahmana bekerja sambil tersenyum. Kalau saja saat itu Cita citaka sudah terkenal, mungkin lagu “ sakitnya tuh disini” bakalan sering berkumandang. Dan, status kontrak yang di perpanjang setahun sekali buat hati makin dag dig dug. Duh, kuliah tinggi-tinggi, cum laude pula masa sih Cuma dikontrak setahun-setahun. Bulatlah tekat mau bilang “i’m quit” pakai gaya krisdayanti di iklan shampo yang saat itu sedang tenar.

Ya, keputusan bulat untuk keluar itu juga dilandasi karena ada 2 lowongan pekerjaan yang terlewat karena saya sibuk bekerja. Pertama, Saya ga tahu tes pertama BPK lulus. Dan yang menyakitkan, saya gagal karena saya ga ihat pengumuman di internet kalau saya lulus, sehingga tidak hadir di tes kedua. Ini cerita sakit yang pertama. Cerita yang kedua, saat saya melewatkan panggilan tes di sebuah perusahaan Bio Energy. Dan denger cerita dari teman yang diterima, gajinya hampir 5 keatas. Wow..sakit lagi disini. Sudahlah, akhirnya saya bulatkan tekad untuk resign. Disini saya ga ada kejelasan status, sedangkan untuk mendaftar kerja ketempat lain hampir tidak punya waktu.


Akhirnya resmi lagi menjadi “Manusia tanpa status kedua” kali ini saya fokus mau mencari pekerjaan menjadi Pegawai Negeri Sipil. Atau skenario paling buruk kalau ga ada yang mau terima saya kerja, saya mau kuliah lagi. Ya, paling tidak status Mahasiswanya bisa diperpanjang. Kali ini fokus browsing di Internet. Ada bukaan tes di Kementerian Keuangan. Bulatlah tekad mengadu nasib ke Palembang. Satu rombongan dengan teman-teman yang punya cita-cita sama. Berangkat naik travel, lalu menumpang minap di rumah teman. Saatnya tes tertulis. Wow, pesertanya luber. Ga yakin banget bakalan bisa lulus. Pulanglah kami sambil menanti kabar yang tak pasti.Dan akhirnya, penantian itu berakhir. Kali ini ga mau kecolongan. Pas buka internet, seperti dapet undian sabun cuci rasanya ingin jingkrak-jingkrak lihat nama muncul di internet. Saat itu mendekati lebaran. Tinggal persiapan tes kedua, psikotest. Mungkin inilah yang namanya takabur, karena merasa ga belajar di tes pertama maka di tes kedua pun saya santai saja. Dan, finally...entah webnya yang salah atau memang saya yang salah jawab. Nama saya tidak tertera disana. Hiks...pengangguran masih berlanjut.

Browsing lagi, saat itu hobi banget keluar masuk warnet. Saat itu laptop plus modem masih langka. Kerjaan, nongrongin mbah google dengan key words “ lowongan CPNS 2008” . Every single day, hiks. Beberapa kementerian saya ikutin, mulai dari kementan, BPN dan yang terakhir saat itu namanya Departemen Kehutanan. Kali ini saya ga mau kecolongan. Ga ada makan siang gratis, karena itu saya harus serius berusaha. Saat tes ujian di departemen kehutanan saya fokus sekali isi jawabannya. Saat pulang tes, seperti film india. Kehujanan, basah kuyup sekuyup-kuyupnya. Teringat lagi lagu sarjana muda. Aah..tapi saya berfikir kalau efeknya dramatis dan susah begini biasanya sukses nih. Sampai, tibalah suatu malam ada teman sms “Selamet ya dah jadi PNS”. Wow...masa sih. Langsung bela -belain buka internet malem-malem. Dan benar, ada nama saya yang imut disana. Yes....senengnya. Dan di baca lagi, untuk penempatan “ Bengkulu” duduk terdiam sebentar. Ah...biarlah, yang penting dapet kerja J

Bersambung : Petualangan di Bengkulu